Ceritanya
berawal dari perjalanan Spiritual Seorang Maha Rsi Waisnawa dari Tanah Hindia
yang sudah menetap dikaki Gunung Dieng dipulau Jawa.
Beliau
adalah Penyebar ajaran Hindu dari Negeri Hindia sampai ditanah Jawa, Beliau
bernama Maha Rsi Markandya.
Diceritakan
pada suatu hari Maha Rsi Markandya melakukan perjalanan Spiritual yang diiringi
para pengikut beliau yang disebut orang-orang Aga Beliau berencana melakukan
perjalanan Spiritual dari Kaki Gunung Dieng menuju Tanah Bali.
Perjalanan
Beliau sampai ke Bali menyeberangi Pantai Selatan dan di Bali Beliau melakukan
perjalanan dengan mengikuti aliaran Sungai Wos hingga akhirnya Rombongan sampai
di Percabangan sungai Wos ( Campuhan) yang kini tempat ini dikenal dengan Pura
Gunung Lebah Campuhan Ubud.
Setelah
berhenti sekian lama maka kembali Beliau dari Campuhan melanjutkan perjalanan
mengikuti aliran Sungai sebelah barat menuju arah Utara dan sampailah disuatu
tempat yang Beliau yakini Bagus untuk tempat beryoga untuk mohon petunjuk dari Dewata
maka tempat tersebut kini dikenal dengan nama Pura Puncak Payogan, disini
Beliau mengadakan Yoga Semadi dan akhirnya beliau mendapatkan petunjuk dari
Para Dewata agar Beliau berjalan kembali kearah Utara menuju tempat yang
merupakan pusat tengah pulau Bali, dan tempat disekitar Beliau mengadakan
Peyogan disebut dengan Kedewatan Yang bermakna rasa syukur beliau kepada para
Dewata yang telah memberikan Beliau petunjuk.
Setelah
mendapatkan petunjuk dari Para Dewata maka kembali Maha Rsi Markandya melanjutkan
perjalanan mengikuti petunjuk yang diperoleh menuju Kearah Utara maka sampailah
beliau disuatu tempat yang menurut petunjuk dewata merupakan Pusat Tengah Pulau
Bali maka ditempat ini kembali Beliau mengamat-ngamati dan memastikan bahwa
tempat itu adalah tempat yang sesuai dengan petunjuk yang Beliau peroleh dari
Para Dewata dan tempat itu setelah diyakinin sudah benar menurut petunjuk maka,
beliau ditempat tersebut menancapkan tanda sebagai simbul pusat tengah Pulau
Bali dan Sekarang daerah tersebut disebut Pengaji yang diambil dari saat beliau
mengadakan Pengajian (Penelitian) untuk memastikan
tempatnya sudah sesuai dengan petunjuk Dewata Dan tempat
tersebut digunakan Oleh beliau Sebagai Pesraman serta tempat Beliau memberikan pelajaran/ pengajian kepada para pengikutnya dan akhirnya nantinya didirikan
tempat suci/Pura Yang diberi nama Murwa Bhumi ( Pura Ibu Pertiwi atau Pusatnya Bumi).
Namun Pura
Murwa Bhumi bukan tempat suci Pertama yang Beliau Dirikan karena sebelum
didirikan Pura tempat tersebut digunakan sebagai Pesraman Beliau Sedangkan Pura
Pertama yang Beliau Dirikan yaitu Pura Prahyangan Desa/Pura Desa yang berupa
Bale Agung dan disekitar Pura, Beliau mendirikan pemukiman bagi pengikutnya yang
kini dikenal dengan Banjar Payangan Desa.
Dipura Bale
Agung adalah tempat dimana pada Jaman Beliau Dulu digunakan sebagai Tempat Beliau
menjalankan Ritual Agama Dan tempat Rapat bagi para pengikut Beliau ( Orang
–Orang Aga).
Disiniah
berawal Asal-usul Nama Payangan yang Dulu disebut dengan Prahyangan / Tempat
berkumpulnya para Dewata Beristana sebagai tempat Suci yang kemudian dengan perkembangan
Jaman Ejaan Prahyangan berganti dengan Payangan.
“ S’moga dengan sedikit sejarah Asal-usul Nama
Payangan dapat memberi Inspirasi bagi kita semua agar senantiasa menjaga
prilaku kita sebagai Warga masyarakat Payangan untuk tetap menjaga kesucian
Payangan karena Payangan sama artinya dengan tempat Suci Stana Para Dewata.
Walaupun
saat ini jarang Payangan dimuat dalam sejarah tempat-tempat Suci di Bali namun
kita sebagai masyarakat Payangan musti senantiasa menghormati warisan Leluhur
dan menjaganya dengan baik dan yakinlah bahwa suatu saat nanti Payangan akan
kembali dikenal orang sebagai Pusat Tengah Bali dan salah satu tempat Suci
bersejarah bagi Masyarakat Bali Astungkara”.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusom swastyastu,
BalasHapusbecik manah titiang wenten warih sentana payangan sane las asih jagi midartayang indik sejarah-sejarah ring wewongkon gumi payangan. suksma atur titiang, lan gargita manah titiang dumogi pemargin due ne praside memargi antr.
akidik yening dados titiang ngewewehin minab becik miwah lebih katrima ring masyarakat yening indik sejarah sane ketedunan punika medaging pustaka-pustaka sane mendukung tulisan ipu. kiranglangkung titiang ngaturang pengampura.
om shanti, shanti, shanti om